Kamis, 18 September 2008

KEUNGGULAN NPV SEBAGAI ALAT ANALISIS UJI KELAYAKAN

Metode “Internal Rate of Return”

Metode ini untuk membuat peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap nilai sekarang biaya proyek atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama dengan nol.

Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR dengan tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang disyaratkan maka proyek tersebut diterima, apabila lebih kecil diterima. Kelemahan secara mendasar menurut teori memang hampir tidak ada, namun dalam praktek penghitungan untuk menentukan IRR tersebut masih memerlukan penghitungan NPV.

Metode Net Present Value

Setelah kelemahan pada metode-metode sebelumnya, orang mulai mencari cara untuk memperbaiki keefektifan evaluasi proyek. Metode yang dimaksud adalah nilai sekarang bersih (NPV). Yang mengandalkan pada teknik arus kas yang didiskontokan. Untuk mengimplementasikan pendekatan ini, kita ikuti proses sebagai berikut : (1) Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar, yang didiskontokan pada biaya modal proyek, (2) Jumlahkan arus kas yang didiskontokan ini, hasil ini didefinisikan sebagai NPV proyek, (3) Jika NPV adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV adalah negatif, maka proyek itu harus ditolak. Jika dua proyek dengan NPV positif adalah mutually exclusive, maka salah satu dengan nilai NPV terbesar harus dipilih.

ALASAN RASIONAL UNTUK METODE NPV

Alasan rasional untuk metode NPV adalah sangat jelas. Untuk menutupi kelemahan pada metode-metode lain. NPV sebesar nol menyiratkan bahwa arus kas proyek sudah mencukupi untuk membayar kembali modal yang diinvestasikan dan memberikan tingkat pengembalian yang diperlukan atas modal tersebut. Jika proyek memiliki NPV positif, maka proyek tersebut menghasilkan lebih banyak kas dari yang dibutuhkan untuk menutup utang dan memberikan pengembalian yang diperlukan kepada pemegang saham perusahaan. Oleh karena itu, jika perusahaan mengambil proyek yang memiliki NPV positif, maka posisi pemegang saham meningkat.

BERBAGAI PENERAPAN PENGGUNAAN NPV

Alat analisis NPV merupakan alat analisis terbaik dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Maka dalam uraian selanjutnya akan diperjelas lagi keunggulan-keunggulan tersebut. Mudah-mudahan kita menjadi yakin

bahwa penilaian investasi seharusnya menggunakan net present value, bukan metode-metode lainnya. Dalam hal ini akan dibicarakan berbagai contoh yang bervariasi untuk menggunakan metode NPV. Variasi-variasi yang akan dibicarakan adalah : masalah keterbatasan dana, masalah penggantian aktiva (replacement), inflasi pada penilaian investasi. Yang sebenarnya banyak sekali kasus-kasus yang seharusnya menggunakan NPV. Dan jika dipaksakan menggunakan metode lain justru dikwawatirkan hasilnya tidak representatif.

Minggu, 07 September 2008

STUDI EMPIRIS TERHADAP DUA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM PADA INDUSTRI FOOD & BEVERAGES

Ekspetasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh return (tingkat pengembalian) sebesar-besarnya dengan risiko tertentu. Return tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen untuk investasi pada saham dan pendapatan bunga untuk investasi pada surat hutang. Investor selalu mencari alternatif investasi yang memberikan return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu.

Seorang investor akan dihadapkan pada dua macam risiko yaitu risiko fundamental dan risiko pasar. Risiko fundamental dapat diketahui dengan melihat kebijakan keuangan emiten yaitu leverage keuangan.

Leverage akan menimbulkan beban bunga hutang, jumlah bunga pinjaman yang dibayar mempengaruhi hubungan antara return atas jumlah aktiva setelah pajak dengan return atas modal sendiri. Risiko pasar berhubungan erat dengan perubahan harga saham jenis tertentu atau kelompok tertentu yang disebabkan oleh antisipasi investor terhadap perubahan tingkat kembalian yang diharapkan. Untuk mengukur risiko ini dapat digunakan beta (β) yang menjelaskan return saham yang diharapkan. Beta merupakan pengukur yang tepat dari indeks pasar karena risiko suatu sekuritas yang diversifikasikan dengan baik, tergantung pada kepekaan masing-masing saham terhadap perubahan pasar yaitu pada beta saham-saham tersebut.

Menurut Mayo (2001:448) leverage dibagi menjadi dua jenis: (a) Operating Leverage (leverage operasi): “Operating leverage is the use of fixed factors of production (fixed cost) instead of variabel factors of production (variabel cost) to produce a level of output”. Leverage operasi timbul pada saat perusahaan menggunakan biaya tetap pada produksi tanpa memperhatikan jumlah biaya tersebut, dari pada biaya variabel untuk menghasilkan mutu pada output. (b) Financial leverage (Leverage keuangan). “Financial leverage is the use of another persons’s or firm’s funds in return for egreeing to pay a fixed return for the funds the use of debt or preferred stock financing”. Leverage keuangan merupakan penggunaan dana untuk perusahan/orang lain dalam pengembalian perjanjian untuk membayar sebuah return tetap atas penggunaan dana hutang atau saham preferen dari keuangan.

Penelitian tersebut dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian tersebut return saham sebagai variabel dependen sedangkan debt to equity ratio dan beta (β) sebagai variabel independen. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa, hubungan antara return dengan debt to equity ratio negatif dan tidak signifikan, sedangkan hubungan antara return dengan beta positif dan signifikan.

Zulbahridar dan Jonius (2002) menyimpulkan bahwa dalam analisa menunjukkan variabel independen yaitu risiko (beta dan standar deviasi) dari leverage keuangan (Debt on equity dan debt to equity ratio) secara bersama-sama mempunyai hubungan negatif

yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan (return) saham.

KESIMPULAN

Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa debt to equity ratio dan beta saham tidak mempengaruhi return saham secara signifikan. Hasil ini bertentangan dengan penelitian sejenis sebelumnya yang dilakukan oleh Sudarto et. al. (1999), Supranto (1990), Bhandari (1998), maupun Zulbahridar dan Jonius (2002). Hal ini disebabkan karena penelitian ini berfokus pada satu industri tertentu saja, yaitu food and beverages, sedangkan penelitian sebelumnya bersifat lebih umum. Kondisi politik yang ditandai 3 kali pergantian presiden dan 1 kali pemilu, dalam periode penelitian ini, turut mempengaruhi kondisi perekonomian yang menjadikan hasil penelitian ini menolak kedua hipotesis yang dibangun dari penelitian sebelumnya.

Artikel 1

Artikel 2

1. PRT menjelaskan bahwa ratio book to market terbagi 2 komponen :

a. Net operating asset

b. Financial leverage

2. PRT menemukan bahwa ada hubungan negatif antara financial leverage dengan futura return.

3. FF menjelaskan bahwa ratio book to market dari financial distress risk dan karena itu ada hubungan positif dengan expected dan realized returns.

1. Mayo membagi leverage menjadi 2 bagian, yaitu :

a. Operating leverage

b. Financial leverage

2. Zulbahridar dan Jonius menyimpulkan bahwa risiko dari leverage keuangan mempunyai hubungan negative terhadap tingkat return saham.

3. Risiko merupakan perubahan dimana return aktual dari investasi akan berbeda-beda terhadap imbal hasil yang diharapkan.